Dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit anggaran. Perhitungan defisit yang tercatat pada tahun ini (hingga per Agustus 2017) sebesar Rp 3,4 triliun.
Data dari BPJS Kesehatan, pada 2014, defisit mencapai Rp 3,3 triliun. Lalu, bertambah menjadi Rp 5,7 triliun tahun 2015. Tahun lalu, kembali mengalami defisit sebesar Rp 9,7 triliun.
Meski tahun ini terbilang menyusut, BPJS Kesehatan terus melakukan upaya untuk menekan defisit yang ada.
Menanggapi jumlah defisit anggaran, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris memberikan penjelasan.
"Prinsip program BPJS itu kan anggaran berimbang. Bahkan setahun, sebelum berjalan program ini, BPJS Kesehatan mulai terlaksana pada 2014, anggaran sudah dihitung. Berapa jumlah pengeluaran dan penerimaan. Sumber pendapatan berasal dari iuran. Nah, adanya defisit, iuran yang diperhitungkan ada yang belum tuntas sesuai hitungan akademik dan matematis," jelas Fahmi saat diwawancarai usai acara Media Visit dengan EMTEK Group pada Kamis (31/8/2017) di SCTV Tower, Senayan City, Jakarta.
Atasi defisit
Atasi defisit
Untuk mengatasi defisit bisa dilakukan dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Namun, pemerintah berkomitmen, tidak menaikkan iuran. Pemerintah menilai, menaikkan iuran hanya akan membebani masyarakat.
"Akhirnya, pemerintah komitmen kalau defisit yang ada harus ditutupi dengan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara," ucap Fahmi.
Menyoal defisit, Fahmi mengungkapkan, kalau defisit ini tidak tepat menjadi isu yang sangat ramai. Hal ini dikarenakan biaya yang ada sudah dipersiapkan. Jika terjadi permasalahan, maka sudah dipersiapkan jalan keluarnya.
"Ini komitmen dari Presiden Jokowi," lanjut Fahmi bahwa program BPJS Kesehatan tetap berjalan tanpa membebani masyarakat.
0 Comments